Cerita Pertama
Suatu ketika di sebuah jalanan tepi kota, kereta kuda masih menjadi sarana transportasi umum. Banyak para kusir yang memarkirkan kereta kudanya berbaris di tepian jalan tersebut. Pada saat sedang menunggu calon penumpang para kusir biasa menghabiskan waktu dengan bercengkrama serta berbincang-bincang dengan sesama mereka. Ketika sedang asik-asiknya ngobrol, ada seekor kuda yang terdengar sedang buang gas (kentut).
Kusir yang memiliki kuda tersebut berujar "waduh, tampaknya kuda saya masuk angin"
Kusir disebelahnya mendengar gumaman dari teman satu profesinya tersebut dan menimpali dengan kalimat "kudamu bukan masuk angin, tapi keluar angin"
Kusir yang pertama tidak terima argumennya disanggah oleh temannya dan diapun ngotot mempertahankan opininya. dari situ terjadilah perdebatan antara kedua rekan sejawat itu dalam mempertahankan argumennya masing-masing dan tentunya keduanya merasa memiliki pendapat yang paling benar.
Cerita Kedua
ketika Birokrat ulung Indonesia pada jaman orde baru Harmoko iseng naik delman (dokar) dari rumah menuju tempat kerjanya. Baru beberapa meter delman melaju, tercium bau menyengat yang tidak enak. Kemudian:
Pak Harmoko : “Bang, delmannya kok bau yach ?”.
Kusir yang juga merasakan adanya bau itu langsung menjawab : “iya maaf pak, kudanya kentut !”
Pak Harmoko menimpali : “ Kudanya masuk angin tuch, makanya kalau malam masukkan ke kandang”
Merasa disalahkan Kusir lantas membantah : “Bukan masuk angin pak, tapi keluar angin”
Sebagai seorang birokrat ulung tentu menjawab lagi sambil berusaha meyakinkan si kusir : “Masuk Angin ah!”
Kusir yang merasa berpengalaman merawat kuda lantas menjawab lagi : “paaaaak, yang namanya kentut itu bukan memasukkan angin tapi mengeluarkan angin , jadi keluar angin ! bapak ini gimana sich ?
Pak Harmoko masih tetap berusaha meyakinkan dengan menambah referensi “menurut petunjuk bapak presiden, “… kuda itu masuk angin !
Pak Harmoko dan Kusir tetap pada pendiriannya tentang kentut (kuda) sampai akhirnya Pak Harmoko turun dari dokar untuk menuju kantor dan kusir kembali ke jalan untuk mencari penumpang lainnya.
Cerita Ketiga
Pada suatu hari KH. Agus Salim sedang naik delman yang dikendalikan kusir, tiba-tiba kudanya kentut... Maka KH Agus Salim berkomentar, "kasihan ya, kudanya masuk angin..."
Lalu kusirnya menjawab, "tidak, kuda saya keluar angin."
KH. Agus Salim berkata lagi "iya itu artinya masuk angin", lagi-lagi kusirnya menjawab, "tidak, itu artinya keluar angin."
Demikianlah sampai ke tempat tujuan, perdebatan apakah kuda tsb masuk angin atau keluar angin tidak berakhir, sehingga KH. Agus Salim terus mengingat debatnya bersama kusir tersebut.
Disuatu rapat penting yang menentukan nasib Republik Indonesia, saat memasuki fase tanpa titik temu dalam sidang tersebut, KH. Agus Salim mengingatkan semua peserta agar menghindari debat kusir. Kontan, bertanya-tanyalah semua anggota pertemuan tersebut, apa itu debat kusir? Maka diceritakanlah kisah KH. Agus Salim berdebat dengan kusir di atas. Sejak saat itu debat kusir menjadi istilah yang lazim digunakan rakyat Indonesia sampai sekarang.
Dari ketiga cerita di atas, manakah yang benar-benar merupakan sejarah dari awal mula istilah debat kusir? Silahkan diperdebatkan.
Nice article :)
BalasHapus