Sabtu, 14 Mei 2011

Nepotisme

Pernahkah anda berfoto beramai-ramai dengan teman anda?
Ketika foto itu di cetak dan anda melihat hasilnya, dari sekian banyak orang yang ada di foto tersebut, coba tebak, gambar siapa yang pertama kali anda lihat? 

Biasanya gambar anda sendiri yang pertama kali anda lihat, lalu yang kedua adalah gambar orang yang paling anda sukai, entah itu sahabat atau gebetan anda. Barulah gambar orang lainnya. 

Dari contoh kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa akar nepotisme ada pada diri setiap orang.

Sejarah populernya kata nepotisme

Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti "keponakan" atau "cucu". Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katolik dan uskup- yang telah mengambil janji "chastity", sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung - memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan "dinasti" kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.

Apakah nepotisme merupakan suatu dosa?

Bayangkan jika anda adalah seorang pimpinan di sebuah perusahaan. Anda membutuhkan seorang staf ahli keuangan yang akan anda tugaskan untuk mengelola perbendaharaan keuangan perusahaan tersebut. Ada dua kandidat kuat yang yang akan anda pilih, keduanya memiliki skill yang sama, latar belakang pendidikan yang sama, serta sama-sama memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja. Bedanya, yang satu adalah keponakan anda sendiri. Ketika akhirnya anda memutuskan memilih keponakan anda untuk menempati posisi penting tersebut, orang lain akan menilai bahwa anda telah melakukan nepotisme.

Coba kita lihat dari sudut pandang yang lebih luas mengapa anda memilih keponakan anda tersebut. Anda sudah mengenal sosok keponakan anda sejak dia lahir, anda tahu kebiasaannya, anda sudah sangat mengenal karakter keponakan anda bahkan pasangannya, anda juga tahu harus berbuat apa pada situasi tertentu dalam mengatasi sifat-sifat keponakan anda. Bedanya dengan kandidat yang satunya, dia bukan keluarga anda. Anda kurang mengenal kepribadiannya, apakah dia orang jujur atau tidak. Jadi kesimpulannya, kepercayaanlah yang menjadi salah satu alasan mengapa terjadinya nepotisme. Itu juga yang terjadi ketika anda dapat diterima bekerja di suatu perusahaan atas rekomendasi dan referensi dari orang dalam, referensi merupakan salah satu bentuk jaminan kepercayaan.

Lalu bagaimana jika anda mendapatkan rekomendasi karena anda telah membayar orang dalam tersebut? Jika nepotisme disandingkan dengan korupsi, tindakan tersebut murni suatu bentuk kejahatan. Korupsi dan Kolusilah yang akhirnya ikut menyeret dan menjadikan nepotisme memiliki image negatif dalam persepsi masyarakat.

Nepotisme bukanlah dosa jika didasari sudut pandang obyektif, bukan karena dibutakan oleh ikatan emosional anda dengan seseorang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar