Jumat, 20 Mei 2011

Kontroversi Teori Big Bang


Pada tahun 1924 teleskop astronomi yang berada di gunung wilson di California Selatan memiliki cermin selebar 8 kaki dan juga lensa untuk memusatkan cahaya. Gambar ditangkap di lempeng fotografik dengan penentuan waktu yang cermat.  Dengan menggunakan teleskop inilah, seorang astronom Edwin Hubble beserta ahli astronomi lainnya menemukan bahwa, dalam kenyataannya, alam semesta mengembang, dengan galaksi-galaksi yang berkejar-kejaran terhadap satu sama lain. Inilah basis dari teori dentuman besar (big bang theory). 

Menurut teori itu alam semesta seluruhnya terjadi dengan tiba-tiba, yang jika dihitung mundur dari pergerakan seluruh benda angkasa maka sekitar 15-20 miliar tahun lalu semua ruang dan benda semesta bermula dari satu titik. Teori ini tentu saja didukung oleh semua kaum agamawan yang mengklaim bahwa big bang merupakan bukti dari adanya penciptaan waktu dan alam semesta.

Masalah yang selama ini dimiliki oleh astronom dalam meneliti angkasa luar menggunakan teleskop bumi adalah proyeksi yang ditimbulkan oleh atmosfer bumi yang dapat membuat perhitungan serta pengamatan benda-benda angkasa menjadi kabur dan tidak akurat. Untuk memecahkan masalah tersebut, akhirnya pada tahun 1990 NASA meluncurkan pesawat Endeavour untuk meletakkan teleskop di luar atmosfer bumi. Teleskop tersebut diberi nama Hubble Space Telescope, sebagai penghormatan atas jasa jasa dari tokoh ini. Dengan menggunakan teleskop ini para ilmuwan dan astronom dapat lebih baik lagi dalam mengamati serta mempelajari angkasa luar tanpa adanya gangguan dari bias yang ditimbulkan oleh atmosfer. Di tahun 1994 astronom Wendy Freedman dan timnya meneliti bintang-bintang menggunakan teleskop Hubble. Ia dan timnya menghitung ulang usia alam semesta yang selama ini dipercaya. Penemuan itu mengejutkan, bahwa ternyata usia alam semesta yang sesungguhnya menurut perhitungan mereka adalah 8-12 miliar tahun. Jauh lebih muda dari yang selama ini diperkirakan oleh para astronom pendahulunya.

Seorang astronom Robert Kirshner dari Harvard University yang mempelajari bintang sekarat yang ketika bintang tersebut mati maka akan terjadi ledakan dan dikenal dengan istilah super nova. Dalam pengamatannya bintang menjadi sekarat manakala bintang itu hampir habis membakar hidrogennya. Sekelompok ahli fisika bersama-sama ahli kimia, matematikawan dan astronom lainnya, mereka menghitung usia suatu bintang berpatokan pada kandungan gas kimia dari bintang yang sudah sekarat tersebut. Perhitungan yang dilakukan secara berulang-ulang itu mendapatkan kenyataan bahwa terdapat beberapa bintang yang telah berusia lebih dari 19 miliar tahun.

Disitulah masalahnya, usia sebagian bintang jauh lebih tua dari alam semesta itu sendiri yang jika dianalogikan seperti anak yang lebih tua dari induknya.

Ketika anda menjatuhkan sebuah batu kedalam kolam yang tenang, maka reaksi fisika yang ditimbulkan adalah terbentuknya lingkaran gelombang ombak di permukaan air yang menjauh secara simetris dari pusat terjadinya tubrukan antara batu dan permukaan air tersebut. Jika benda angkasa memang benar-benar berasal dari satu titik yang sama dan menjauh dalam waktu yang bersamaan karena dentuman besar, mengapa pergerakan dari benda-benda angkasa, tidaklah seperti kasus gelombang permukaan air tersebut di atas? Ini terbukti dengan adanya kasus tabrakan antara satu benda planet dengan benda planet yang lainnya. Jika diamati pergerakan benda-benda planet tidak menyebar merata, yang seharusnya ketika alam semesta meluas dari satu titik maka benda-benda planet bergerak tetap secara simetris dan saling menjauhi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar