Warren Edward Buffett (lahir di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat, 30 Agustus 1930) adalah seorang investor dan pengusaha Amerika Serikat. Kekayaan Warren Buffett yang luar biasa banyak itu tidak terkumpul dalam satu dua tahun. Tetapi dimulai dari masa mudanya, dimana dia mulai memutar otak dalam mengembangkan asetnya. Kemampuan finansialnya sudah terasah sejak kecil, pada waktu anak-anak sebayanya masih senang bermain sepak bola, dia telah memulai karirnya sebagai seorang pengusaha. Dan dia adalah seorang individu yang bisa mengambil pelajaran dari masa kecilnya.
Warren Buffet kecil, pada saat berusia enam tahun, membeli 6 Coca-Cola dari toko kakeknya seharga 20 sen. Dan kemudian dia menjual kembali kaleng-kaleng bekas minuman tersebut dengan harga nikel dan mendapatkan untung sebesar 5 sen.
Anak dari tiga bersaudara ini mulai menciptakan “nilai tambah”. Misalnya, pada usai 11 tahun, ia nyambi sebagai seorang loper koran. Tetapi dia mengunakan sebagian waktunya untuk mengelilingi lapangan golf, mencari bola golf yang hilang, lalu kemudian menjual bola golf yang dia temukan kepada para pemain golf disekitar lapangan golf tersebut dengan harga murah.
Masih pada usia 11 tahun, Warren Buffett mendapatkan pelajaran penting dalam berinvestasi, yaitu : BERSABARLAH ! Ceritanya begini, pada saat ia membeli saham pertamanya, berupa tiga unit saham Cities Service Preferred dengan harga US$ 38,25 per saham untuk dia dan kakaknya, Doris. Beberapa waktu setelah membeli saham tersebut, ternyata harga saham tersebut malah berkurang menjadi US$ 27 per saham. Dengan perasaan was-was dan penuh kesabaran ia menunggu harga saham tersebut naik dan tidak mengalami kerugian, dan perlahan-lahan harga saham tersebut kembali naik dan pada saat harga saham tersebut mencapai US$ 40, ia menjualnya.
Dengan demikian ia mendapatkan untung hampir US$ 2 per lembar. Namun, kemudian ia menyesal, karena ternyata harga saham Cities Service Preferred terus meroket mencapai US$ 200 per sahamnya. Dari kejadian tersebut dia mendapatkan pelajaran untuk tidak terburu-buru menjual sahamnya.
Pada saat berusia 14 tahun dan masih berada di bangku SMA, sambil bekerja ia bisa menghasilkan US$ 1,200, uang tersebut digunakannya untuk membeli tanah pertanian seluas 40 ha, setelah itu tanah tersebut ia sewakan kepada petani lokal. Dengan demikian ia sudah dapat menciptakan passive income dari sewa tanah tersebut.
Warren dapat disebut sebagai salah seorang ikon pasar modal. Perjalanan karier Warren di pasar modal sungguh panjang. Setelah menempuh studi untuk mendapat gelar master di Columbia Graduate Business School, pada 1951-1954, Buffett bekerja sebagai salesman investasi di Omaha. Sesudah itu, pria yang mendapat gelar kehormatan The Oracle of Omaha (Orang bijak dari Omaha) dari warga Kota Omaha, pindah ke New York untuk bekerja sebagai analis sekuritas di Graham-Newman Corporation.
Buffett tak lama bekerja di perusahaan milik Benjamin Graham tersebut, salah seorang yang dianggap Buffett sebagai maha guru pasar modal. Sebab pada 1956-1969 bermodalkan US$ 100 dia mengelelola dana milik orang-orang kaya Nebraska di Omaha. Perusahaan investasi yang sukses itu akhirnya dijual dan dibubarkan. Para investornya tersenyum puas karena rata-rata mengantongi keuntungan 30,4 persen per tahun.
Langkah awal Warren Buffet yang strategis adalah di tengah menjalankan fungsi sebagai manajer investasi itu, pada 1965 Buffett membeli Berkshire Hartaway seharga US$ 8 per lembar. Tiga tahun kemudian, ia berhasil menjadi pemegang saham terbesar perusahaan tersebut. Dengan cerdik, ia memutar uang perusahaan yang menganggur dalam bentuk investasi, misalnya dengan membeli perusahaan asuransi, perusahaan permata, utilitas dan makanan melalui Berkshire Hathaway. Di tangan Buffett, perusahaan itu terus meroket. Selama lebih dari 34 tahun para pemegang saham memperoleh tingkat pengembalian tahunan sekitar 24,7 persen. Artinya, siapa saja yang menanam 10 ribu dolar AS pada 1965, maka nilai kekayaannya menjadi 51 juta dolar AS pada 1999. Luar biasa. Kini, setelah 46 tahun, saham kelas A Berkshire Hathaway telah meroket luar biasa, dan sempat mencapai US$ 150.000 per lembar saham. Melalui perusahaan ini pula, ia dapat menguasai saham beberapa perusahaan kelas dunia (walau tidak menjadi pemegang saham pengendali) seperti pada Coca Cola, Anheuser-Busch, WellFargo dan Kraft Food. Langkah bisnis terbarunya, pada desember 2007 lalu ia mengakuisisi perusahaan manufaktur dan jasa, Momon Holding dengan nilai US$ 4,5 miliar.
Bukan Spekulan.
Pasar bertugas melayani Anda bukan membimbing Anda. Dompetnya dan bukan kearifannya yang Anda butuhkan, katanya suatu saat.
Strategi investasinya sederhana. Dia tak ingin dipusingkan oleh rumor yang setiap hari berseliweran dikalangan para investor saham. Warren Buffet berfokus pada perusahaan yang punya potensi untuk berkembang, tetapi masih berharga murah untuk dibeli. Langkah investasi Buffet sangat berbeda dari langkah George Soros, sang spekulan valas (forex) kelas kakap, yang pernah diisukan sebagai orang yang bertanggungjawab atas merosotnya nilai tukar rupiah terhadap US$ pada tahun 1997 dan menyebabkan Indonesia Krismon. Seorang spekulan saham biasanya : Beli saat harga rendah, berharap dan menunggu, lalu jual kembali saat harga tinggi. Spekulan saham lebih fokus bermain untuk jangka pendek dan mendapatkan gain/ keuntungan berupa selisih dari harga jual di kurangi harga beli. Robert T kiyosaki sendiri menyebut investor jenis ini sebenarnya bukan investor yang melakukan investasi, tetapi lebih mirip penjudi dipasar saham (spekulasi). Investor jenis juga ini dikenal sebagai investor “ji-go-bur”, investor yang jika sudah mendapatkan keuntungan ala jigo-gocap, beli saham pada harga Rp 25 lalu jual kembali pada harga Rp 50, bahkan spekulan saham seringkali membeli saham di pagi hari dan menjualnya di sore hari.
Keputusannya melakukan investasi didasarkan pada nilai intrinsik perusahaan, tidak pada kenaikan harga saham yang didongkrak alias “digoreng”.
Warren Buffett memegang saham (melakukan investasi) dalam jangka panjang dan tidak melakukan transaksi jual beli saham dalam jangka pendek. Mungkin banyak orang yang belum tahu satu hal yang selalu dilakukan Warren Buffett dan menjadi pertimbangannya dalam membeli saham sebuah perusahaan, yaitu melihat apakah cerobong asap perusahaan masih mengepul, baginya ini merupakan salah satu indokator perusahaan tersebut benar-benar masih eksis dan operasional.
Selain itu, Warren Buffett hanya mau melakukan investasi pada perusahaan yang bisnis atau produknya ia kenal dengan baik. Warren Buffet tidak pernah menggunakan prinsip “membeli saham” tetapi “membeli bisnis” (buying a business not share).
Ia membeli saham coca-cola dan tidak pernah menjualnya, walau saham Coca-Cola sempat jatuh pada tahun 1998-1999, ia tetap melihat pada tren jangka panjang dan tetap memertahankan saham Coca-Cola hingga saat ini.
Itulah sebabnya, ia tidak pernah mau membeli saham Microsoft atau perusahaan dotcom. Pada saat tahun 2.000 – an bisnis internet booming, eforia melanda semua orang di pasar saham dan beramai-ramai membeli saham dotcom. Tetapi Waren Buffett tidak ikut-ikutan membeli saham dotcom seperti halnya investor lain. Walaupun ia pernah ditertawakan investor lain karena ia tidak mau membeli saham dotcom seperti yang lainnya, sekarang justru ia yang tertawa paling akhir karena ternyata sebagian besar investasi di dotcom tersebut hangus. Ia selamat dari badai dotcom awal tahun 2.000-an karena ia tidak mengenal bisnis dotcom dan oleh karenanya tidak berinvestasi disana. Ia bukan seorang investor yang ikut-ikutan, tetapi memiliki pertimbangan bisnis sendiri didalam dirinya. Saham perusahaan berbasis internet seperti Global Crossing dan Etoys.com pernah mencapai US$ 80 per unit, namun sekarang saham-saham tersebut sudah tidak berharga. Tentu saja penilaian warren Buffet tidak berlaku persis untuk saham Google.
Warren Buffett dalam membeli sebuah saham perusahaan yang masuk dalam kreterianya, tidak pusing dengan tabel, rumus grafis dan analisis teknikal. Hal yang lebih di analisanya adalah fundamantal perusahaan tersebut. Buku favoritnya ialah The Intelligent Investor karya Ben Graham, gurunya. menurut Graham, berinvestasi adalah berkenaan dengan bagaimana memahami gambaran besar, dan bukan terpaku pada detail-detail teknis.
Benjamin Graham dan Philip Fisher, dua orang yang dianggap sebagai maha guru oleh Buffett memiliki karakter investasi yang berbeda. Graham lebih dikenal dengan strategi investasi nilai. Saat memilih saham, Graham selalu mendasarkan pada analisis fundamental keuangan perusahaan dan strategi diversifikasi. Artinya, Graham menekankan pada kriteria kuantitatif, selalu mencari saham yang harga pasar jauh di bawah harga wajar. Sebaliknya, Philip Fisher lebih menekankan pada kriteria kualitatif. Menurut Fisher, sebelum membeli saham sebuah perusahaan, lihat dulu tim manajemen pengelolanya, bagaimana cara perusahaan tersebut dikelola. Buffett melihat, ada kesamaan dari kedua orang pakar tersebut. Keduanya sukses dan sama-sama berpikir jangka panjang untuk setiap investasi. Graham misalnya menganjurkan agar investor memilih saham yang layak dipegang, meski pun pasar saham mendadak tutup besok. Sedangkan Fisher memberi contoh lewat cara dia memegang saham Texas Instrument, yang dibeli sejak awal perusahaan tersebut melakukan private placement. Nah, Buffett sang brilian, mencoba menggabung strategi Graham dan Fisher.
Selalu Menciptkan Nilai Tambah.
Perusahaan yang dibelinya akan diperbaiki sebaik mungkin, fundamental bisnisnya ditingkatkan sehingga kinerja keuangannya semakin sehat dan baik. Perusahaan yang sebelumnya akan gulung tikar, olehnya bisa dirubah menjadi perusahaan seksi yang ibarat gula yang sangat menarik untuk dikerubuti oleh para investor. Jangan heran jika harga saham Berkshire Hathaway – – perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk membeli banyak perusahaan – – harga sahamnya terus meningkat di pasar modal.
Namun, strategi bisnis Warren Buffett yang didasarkan pada kesabaran dan ketelatenan itu mungkin lebih cocok diterapkan pada negara dimana bursa sahamnya memiliki sistem yang bagus dan kuat, dimana kontrol pengawas harus kuat dan selain itu emiten (perusahaan penerbit saham) haruslah jujur. Namun dibeberapa bagian dunia ini tidak semua sistem bursa sahamnya bagus dan kuat, karena ada yang pengawas bursanya bisa disuap dan berisi perusahaan yang tidak kredibel.
Inti Dari Cara Buffett Memilih Saham
Buffett selalu membeli perusahaan yang bisnisnya sederhana dan dapat dipahami. Perusahaan memiliki kinerja masa lalu yang konsisten dan juga memiliki prospek jangka panjang yang menjanjikan. Dasar inilah yang membuat Buffett tidak mau masuk ke Microsoft. Jika Anda tak memahami bisnis suatu perusahaan, Anda tak dapat membuat penilaian rasional terhadap nilai investasinya. Selain itu, manajemen perusahaan harus memiliki tiga persyaratan, yaitu harus rasional, terbuka kepada pemegang saham, tidak meniru manajemen perusahaan lain dan harus mengalokasikan uang perusahaan ke investasi yang memiliki nilai tambah bagi pemegang saham.
Buffett akan membeli perusahaan yang tingkat pengembalian ekuitas (ROE) bagus, bukannya pendapatan per saham. Selisih laba mesti tinggi dan setiap dolar yang ditahan oleh perusahaan, perusahaan dapat menciptakan minimal sedolar nilai pasar perusahaan.
Buffett hanya membeli saham jika harganya menarik. Maksudnya, adalah saat harga saham jatuh ke bawah harga wajar hasil analisis, dengan dasar perusahaan itu beroperasi terus dan sehat. Selisih harga pasar dan harga wajar ini berfungsi sebagai marjin aman (margin of safety), yang dapat mengurangi kerugian karena salah hitung. Marjin ini juga jadi salah satu sumber keuntungan jika saham kembali ke harga normal.
Kedemawanan sangat tinggi
Kematian orang yang dicintai sering kali membawa dampak yang besar kepada orang yang ditinggalkan. demikianlah yang terjadi kepada orang terkaya nomor 1 di dunia tahun 2008, Warren Buffet. setelah Susan, istrinya meninggal tahun 2004 lalu, Buffet merasa hidupnya kosong. ia mengaku shock dengan kematian istrinya yang saat itu berusia 72 tahun. Ia hampir tidak pecaya ketika Tuhan memanggil istrinya. Sejak saat itu ia terus berpikir bagaimana ia dapat hidup dengan bahagia dan tentram salama sisa hidupnya. Setelah berbulan-bulan merenung, Buffet membuat keputusan yang sangat mengejutkan semua orang, yaitu menyumbangkan hampir 85% harta yang ia miliki.
Pada bulan Juni 2006, Warren Buffett mendermakan 10 juta sahamnya di Berkshire senilai US$ 30,7 miliar alias sekitar 300 triliun rupiah, hampir separo anggaran belanja negara (APBN) kita tahun 2007 kepada yayasan Bill & Melinda Gates yayasan ini mendedikasikan kegiatannya untuk memberantas kemiskinan dan memajukan pendidikan negara dunia ketiga. Selain itu, ia juga menyumbangkan hartanya berupa saham di Berkshire sebesar US$ 6,7 miliar untuk yayasan Susan Thompson Buffett.
Ia juga memberikan donasi untuk calon presiden dari partai demokrat Amerika, Barrack Obama dan Hillary Clinton. Tidak ada alasan lain bagi Buffet untuk menyumbangkan hartanya itu selain pesan istrinya. Sebelum meninggal, istrinya memang sempat memberikan amanat agar ia mau berbagi kekayaannya kepada orang yang membutuhkan.. Jumlah sumbangan amal Buffett tercatat sebagai sumbangan pribadi terbesar dalam sejarah dunia yang sebelumnya dipegang oleh John D. Rockefeller.
Sebenarnya Buffet bisa saja menyumbangkan dananya kepada yayasan Buffet Foundation yang ia dirikan, namun ternyata pria 75 tahun ini lebih memilih kekayaannya pada Gates Foundation. “saya sangat mengenal Bill dan Melinda. Saya sering menghabiskan waktu bersama mereka. Dan selama ini, saya mulai mengagumi apa yang mereka lakukan dengan yayasan mereka itu. Bill membaca ribuan halaman tentang kemajuan medis dan cara memberikan bantuan tiap tahunnya, saya megenal dua orang yang sangat sukses dan saya tahu apa yang mereka lakukan. Saat itu, saya sadar telah menemukan kendaraan yang tepat untuk mencapai tujuan saya”. Ujarnya.
Pria sederhana
Warren Buffett walau menjadi salah satu manusia terkaya sejagad tetap sederhana dan tinggal di kawasan Dundee, Omaha, yang dibeli olehnya pada tahun 1958. Ia juga bersahabat baik dengan pasangan Bill dan Melinda Gates.
Sesungguhnya Warren Buffett pernah berjanji untuk menyumbangkan kekayaannya setelah ia meninggal. Namun, tampaknya ia bertindak lebih cepat dari dugaan, karena Dengan hartanya yang begitu melimpah, Buffett bisa saja hidup semewah mungkin di mana saja yang ia maui. Namun ia memilih hidup sederhana di rumah yang dibelinya empat dekade lalu di Omaha. Menurut majalah Adbuster, ia hanya punya dua jet pribadi dan satu yacht mewah untuk untuk ber-glamour-ria. Kalah jauh dibanding kemewahan para pebisnis dan pesohor lain yang kekayaannya justru terpaut jauh di bawahnya.
Buffet sama sekali tidak pernah ingin mewariskan kekayaannya kepada anak-anaknya. Ia ingin anak-anaknya sukses dengan usaha sendiri dan bukan mengandalkan kekayaan orang tua mereka. “Bukan hal rasional dan benar untuk membanjiri mereka dengan uang. Kalau anda melakukan itu, mereka akan menjadi besar kepala dan hanya mengandalkan warisan dari orang tuanya” kata Buffet.
Ia pun berkonsultasi dengan anak-anak dan orang terdekatnya akan rencananya menyumbangkan 85% dari kekayaannya. Berat untuk diterima bagi keluarganya, karena hal ini akan mendatangkan perubahan besar bagi keluarganya. Namun keluarganya pun mengerti keputusan sang ayah.
Ia berharap tindakannya itu mengilhami orang kaya yang bergemilang harta untuk mengikuti dia. “ supaya harapan kecil bahwa yang saya lakukan ini mendorong orang yang sangat kaya lainnya untuk mengembangkan sikap cinta terhadap sesama dan suka menderma”. Katanya.
Buffet mengaku sudah cukup puas dengan apa yang ia miliki sekarang dan apa yang ia sudah pernah rasakan sampai saat ini. “ ini bukanlah hal gila seperti seorang yang mati dengan membawa 1 miliar dolar kedalam liang kuburnya. Satu masalah yang dihadapi sebagian orang kaya adalah ketika mereka sudah tua. Saat itu, mereka sudah tidak berada di tahun kejayaan mereka dan tidak punya banyak waktu lagi untuk mengalokasikan uang mereka. Saya sangat beruntung karena saat ini saya masih bisa bertindak seperti orang yang lebih muda,” katanya. “ saya menjadi kaya bukan karena punya tambang emas atau warisan. Tapi semua itu lahir karena kerja keras dan keterampilan yang benar di tempat yang tepat pada waktu yang tepat pula,” kenangnya.
George Soros lahir dalam keluarga yahudi di Budapest, Hungaria tahun 1930 dengan Nama asli Dzjchzhe Shorash. George merupakan putra kedua dari pasangan Tivadar Soros dan Erzabet. Ayahnya adalah seorang pengacara yang cukup ternama di Budapest.
Pada saat George berusia 9 tahun Perang Dunia II pecah. Semenjak saat itu dengan kebijakan anti yahudi yang diterapkan Hitler kehidupan keluarga Soros tidak lagi seindah sebelumnya. Di sekolah tempat George menuntut ilmupun diterapkan kebijakan dalam pengklsifikasian orang-orang yahudi. Mereka para keturunan yahudi tidak boleh bercampur dengan siswa lainnya, harus belajar secara terpisah.
Bukan hanya itu aturan yang mewajibkan para warga yahudi menggunakan tanda pengenal dengan kain bergambar bintang daud yang ditempelkan pada lengan baju mulai diberlakukan di Hungaria. Tetapi ayah George berpendapat, di dalam perang, peraturan tidaklah harus ditaati, dan mereka memutuskan untuk tidak menjalani peraturan tersebut dan merubah identitas mereka. Dengan identitas palsu keluarga Soros lari ke persembunyian, dengan nama samaran Janos Kiss, George Soros dapat lebih leluasa berbaur dalam masyarakat.
Pengalaman masa perang Soros sangat mempengaruhi cara pandangnya terhadap dunia. Kegilaan zaman itu dan penghancuran terhadap kehidupan melahirkan pertanyaan dini dalam dirinya tentang kekuasaan dan rasionalitas manusia. Skeptisisme ini di kemudian hari menjadi ciri penting filosofi Soros yang dia pikirkan secara mendalam dan strategi keuangannya yang baru.
Setelah perang berakhir Soros memutuskan untuk menimba ilmu di London. Pada masa itu kegagalan kapitalisme dianggap sebagai penyebab utama pecahnya perang dunia II. Keyakinan terhadap perusahaan swasta telah hilang. Ditengah keadaan seperti ini George bekerja sambilan untuk membiayai sekolahnya.
George belajar di London School of Economics (LSE) saat itu LSE merupakan kampus yang sangat menarik bagi mahasiswa seluruh dunia karena dipenuhi oleh para pengajar yang kompeten seperti Harold Laski - ahli teori sosialis, John Meade - penerima Nobel untuk bidang ekonomi, Fredrich Von Hayek juga seorang penerima nobel, tapi diantara kesemuanya ada seorang sosok pengajar yang benar-benar dikagumi Soros dan membawa pengaruh besar terhadap dirinya, dia adalah Karl Popper, penulis The Open Society and I'ts Enemies pada tahun 1951.
Pada akhir masa kuliah, George mencoba profesi sebagai seorang sales tetapi dia merasa tidak cocok dengan profesinya tersebut, kebanyakan pelanggan membeli barang yang ditawarkannya karena alasan kasihan dan George tidak menyukai keadaan tersebut. Suatu ketika pada saat dia sedang bermain monopoli dengan teman-temannya dia menyadari bahwa sejak kecil dia belum pernah kalah dalam permainan tersebut, dan George akhirnya merasa telah menemukan tujuan hidupnya. Sesudah itu, George mengirimkan lamaran kepada semua Bank Investasi di kota London, tetapi tidak satu pun dari surat lamaran tersebut membuahkan hasil positif. George menyadari bahwa untuk diterima bekerja dalam sebuah Bank dia harus memiliki koneksi, lalu dia mencoba melamar di Singer and Friedlander. Karena direktur pelaksana perusahaan tersebut adalah orang Hungaria. Akhirnya George berhasil mendapatkan pekerjaan. Di sana dia menjadi pialang arbitrase emas dan ekuitas, dan perlahan-lahan George makin memahami dunia investasi. Kebetulan pada saat george masih bekerja di S&F, datang seorang karyawan training bernama Robert Mayer. Karena memiliki banyak kesaaman pola pikir dan sudut pandang George dan Robert akhirnya menjadi teman karib. Robert menawarkan George untuk pindah ke New York agar mau bergabung dalam perusahaan kepialangan yang dikelola oleh ayah Robert. Akhirnya George memutuskan hijrah ke Amerikan dan mulai menjadi bagain dari hiruk pikuk kegiatan Wall Street. Di Amerika George benar-benar menemukan jati dirinya, kemampuannya dalam menganalisa dunia ivestasipun semakin terasah.
Pada saat itu, para investor Amerika tidak mau membeli saham-saham Eropa. Hal ini dikarenakan para pialang tidak tahu apa-apa tentang eropa, berbeda dengan George yang berasal dari Eropa, dia lebih mengenal keadaan serta dunia investasi Eropa. Soros mengembangkan "Arbitrase Internal" yang memperdagangkan surat berbeda yang terkait dengan perusahaan yang sama, sebagaimana dilawankan dengan saham perusahaan yang sama di bursa yang berbeda. Dengan penghasilan dan karirnya yang semakin meningkat, pada tahun 1959 dia pindah ke Wertheim & Co. Salah satu dari sedikit perusahaan keuangan terkemuka di Amerika yang aktif dalam investasi luar negeri.
Tahun 1963 Soros meninggalkan Wertheim dan bergabung dengan perusahan Jerman Arnhold & S. Bleichroeder. Dia menghabiskan 3 tahun pertamanya dengan mencurahkan tenaga bagi pemikiran filosofisnya sendiri. Soros kemudian menciptakan Reksa Dana First Eagle fund. Perusahaan itu mempunyai kinerja yang begitu baik sehingga dua tahun kemudian Soros juga mendirikan perusahaan investasi baru, Double Eagle, dengan modal investasi sebesar 4 juta dolar. Di perusahaannya ini kemampuan soros dalam menganalisa pasar semakin tajam, dia tahu kapan saham akan naik, dan dia juga dapat memprediksi kapan saham tersebut akan jatuh, lalu bersama sahabatnya Jim Roger mereka berdua mendirikan Soros fund tahun 1973 dengan modal investasi sebesar 12 juta dolar. Kantor mereka menghadap Central Park, jauh dari Wall Street. Soros dan Roger juga selalu melihat informasi terbaru dalam segala bidang, dari dunia fashion, teknologi, budaya, trend terkini, kesemua informasi tersebut mereka pergunakan untuk meningkatkan keakuratan analisis pasar bagi perkembangan perusahaan mereka. Bukan hanya itu, Roger juga memiliki kemampuan dalam melobi para pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Dengan bekal pengetahuan dan koneksi yang mereka miliki, Soros Fund semakin besar.
Mengguncang Dunia
Rabu 16 september 1992 Bank of England dilanda krisis. Hari itu pukul 8.00 pagi, 8 pialang valas berkumpul di Bank of England. Mereka dengan penuh kekalutan membeli pound untuk menopang rentang nilai tukar mata uang tersebut. Keadaan tampak suram. Pada saat yang bersamaan menteri keuangan Inggris Norman Lamon menelpon Perdana menteri John Major yang sedang mengadakan pertemuan dengan para pejabat senior di gedung Old Admiralty. Menteri keuangan melaporkan kepada sang perdana menteri bahwa mereka telah melakukan berbagai usaha untuk mempertahankan nilai Pound. Hanya tersisa satu pilihan, yakni mereka harus menaikkan nilai suku bunga jika tidak ingin mundur dari mekanisme nilai tukar. Pada pukul 11.00, pemerintah mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 2 persen. Pengumuman ini semakin memperparah keadaan. Akhirnya pasar dibanjiri perintah menjual pound. Pada pukul 2.15 sore ketika pemerintah mengumumkan kenaikan suku bunga dengan total 3 poin, nilai tukar sudah terapresiasi 15 persen. Hari itu juga pemerintah mengucurkan sepertiga dari 44 miliar pound cadangan valasnya ke pasar. Namun upaya untuk memperkuat pound tersebut mengalami kegagalan. Bank of England dipakasa mengaku kalah, untuk pertama kalinya nilai mata uang Pound jatuh di pasaran. Hari itu dikenal dengan "Rabu Kelabu" dan satu bulan kemudian Daily Mail menyingkap nama orang yang menghancurkan Bank of England tersebut. Dia adalah George Soros. Semenjak saat itu para pelaku investasi dunia selalu memperhatikan setiap langkah dan kebijakan bisnisnya. Bahkan Soros dianggap sebagai biang kerok yang menghancurkan perekonomian Asean tahun 1997, yang mengakibatkan seluruh kawasan asean mengalami krisis moneter termasuk Indonesia. Bahkan perdana menteri malaysia saat itu Mahatir Muhammad sangat berang terhadap Soros karena dianggap penyebab krismon di negaranya.
Soros selalu dapat melihat sebuah peluang yang menguntungkan dari kepanikan serta keserakahan yang melanda mekanisme pasar. Tidak diragukan lagi, dialah Investor Paling tangguh yang dikenal dunia, bahkan kejeniusannya dapat melumpuhkan perekonomian suatu negara.
(dari berbagi sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar