Pada umumnya masyarakat Indonesia sudah sangat mengenal buah durian baik dari aromanya yang sangat menyengat maupun dari bentuk fisiknya yang nampak berduri. Buah durian selain disantap langsung, dapat pula disantap saat makan nasi sebagai pelengkap.
Durian (Durio zibethinus, Murr) termasuk famili Bombacaseae merupakan tanaman asli Asia Tenggara, terutama Indonesia. Di Indonesia, pusat keragaman genetiknya terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, kemudian menyebar ke seluruh wilayah di Jawa dan Sumatera sehingga tidak asing lagi bagi masyarakat.
Mencegah Mabuk
Durian memang buah yang menarik untuk dibicarakan. Jika dilihat bentuk fisiknya terlintas duri-duri yang menakutkan dan siap untuk menancap. Tetapi setelah dibelah dan terlihat isinya, sangat berbeda dengan bentuk fisiknya yang keras, berduri. Isi durian yang matang, dagingnya lunak, manis, sedikit pahit, dan menebarkan aroma yang “khas”.
Buah durian mempunyai keragaman terhadap aroma dan rasa daging buahnya. Selera manusia juga berbeda terhadap aroma dan rasa daging buahnya. Ada kelompok yang hanya ingin mencoba saja rasa daging buahnya, kelompok ini tidak tergolong “maniak durian” tetapi ada yang hanya mau makan buah durian yang dagingnnya manis atau bahkan ada yang hanya menyukai durian yang dagingnya pahit. Bahkan ada yang maniak durian sehingga menjadi “mblenger”. Nah, dalam keadaan keblenger ini akan muncul rasa mual, pusing, keringat dingin, pucat.
Keadaan ini sangatlah tidak menyenangkan. Konon nenek moyang berpesan setelah makan daging buah durian yang banyak, segeralah minum air (boleh yang belum dimasak) dengan menggunakan wadah dari kulit durian bagian cungkupnya (bagian dalam). Niscaya dengan mencoba cara ini akan bebas dari bahaya mabuk durian.
Mengatasi Bau
Masyarakat pada umumnya mengenal durian, tetapi belum tentu senang makan durian. Kadang kala tercium aromanya saja sudan pusing apalagi untuk mencicipi daging buahnya tidak akan bernah berhasil. Karena aromanya yang khas dan melekat, maka orang sering kali menghindar bila dalam kendaraan (seperti mobil) ada penumpang yang membawa durian sebab baunya akan menyebar dan menyebabkan orang menjadi pusing, setelah duriannya tidak ada banunya masih tercium.
Bagi yang dapat menikmati aroma durian tidak ada masalah tetapi akan menjadi masalah jika makan durian lalu jari-jari tangannya tetap melekat aroma durian. Setelah dicuci bersih dengan sabun pembersih, tetap saja tidak dapat hilang baunya. Jika demikian orang juga akan kesal karena makan pisang tetapi aromanya durian.
Bagi yang maniak durian, jangan risau karena ada cara yang sangat mudah untuk mengatasinya. Tidak perlu menggunakan ramuan atau racikan jamu penghilang bau durian tetapi cukup dengan cara mencuci tangan dengan air tanpa menggunakan sabun atau bahan pencuci lainnya, cara ini sangat mudah dilakukan.
Asinan Durian (Tempoyak)
Penduduk di pedesaan mempunyai cara untuk mengatasi kelebihan durian yaitu membuat asinan buah durian (pongge), yang dilakukan adalah memisahkan daging buah durian dari bijinya lalu daging buah dimasukkan ke dalam wadah (tidak dari bahan yang mengandung aluminium) setebal ± 2 cm lalu diatasnya ditaburi garam halus dan gula pasir secara merata. Kemudian dilapisi lagi dengan daging buah durian yang telah dipisahkan dari bijinya setebal ± 2 cm dan diatasnya ditaburi garam halus dan gula pasirnya secara merata. Selanjutnya ditutupi dengan daging buah seperti yang telah dilakukan sebelumnya, sampai secukupnya (wadah jangan terlalu penuh) lalu permukaannya ditutup dengan daun pisang dan tutup rapat. Asinan dapat dinikmati setelah mengeluarkan aroma yang “harum”.
Asinan durian oleh penduduk di Sumatera Selatan dinamakan Tempoyak. Pepatah mengatakan jika telah makan tempoyak, maka lupa akan kesusahan karena makan tempoyak dapat meningkatkan selera makan dan nikmat. Tetapi pepatah ini tentu saja berlaku untuk masyarakat yang telah terbiasa menikmati tempoyak. (LN)
Sumber : Seri Iptek Pangan Volume 1: Teknologi, Produk, Nutrisi & Kemanan Pangan, Jurusan Teknologi Pangan - Unika Soegijapranata, Semarang.
Editor : Budi Widianarko, A. Rika Pratiwi, Ch. Retnaningsih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar